Wednesday, October 22, 2014

Tulisanmu adalah salah satu perbuatanmu

Beberapa bulan ini saya mencoba menelaah dengan cara meneliti dengan sumber pribadi dan pengalaman tentang efek sebuah media sosial dalam bentuk berbagai macam. Pertanyaannya kenapa harus saya teliti ? karena saya adalah pengguna dan kebetulan orang di sekitar saya hampir semua menggunakannya, dan saya tidak pernah yakin bahwa sebuah tulisan itu masih berbanding lurus dengan sebuah perkataan.

Penelitian yang saya lakukan menggunakan media Facebook. Sebenarnya saya lebih sering menjadi silent rider dari pada menjadi pemeran utama dari setiap posting yang ter publish. Menjadi pembaca tanpa komentar memang sedikit banyak memunculkan persepsi - persepsi pribadi yang berbagai macam.

Langsung ke pokok bahasan, untuk lebih meyakinkan bahwa media sosial adalah ajang maya tanpa menyentuh sisi realita dalam kehidupan saya, maka saya menggunakan beberapa metode penelitian yang saya lakukan.
  1. Saya menggunakan media social untuk posting dengan prosa kata terbalik, dalam benak saya sebenarnya tidak ada pihak lain yang terkait dalam post yang saya publish dalam media sosial. Lebih banyak saya tuliskan sebuah pengalaman pribadi diri sendiri yang saya buat dalam bentuk prosa kata terbalik. Karena medianya saja sudah bersifat sosial maka efeknya pun sosial, semua kontak yang terhubung dengan account saya akan mudah membaca apa yang saya post kan. Pastinya akan banyak yang menafsirkan berbagai hal, bahkan diluar apa yang di pikirkan si penulis. Cenderung akan lebih banyak komentar negatif dan itu ada yang disampaikan ada pula yang di simpan hanya dalam hati saat membaca.

Thursday, October 16, 2014

Sumbangkan Pikiran'mu untuk PLN


Malem-malem gini rasanya suntuk banget ... udaranya panas ditambah lagi ada satu nyamuk yang disertai beberapa belas saudaranya kebelet ngajak ane ber mesra an. Pelecehan yang dilakukan oleh nyamuk mengakibatkan kulit ane bentol-bentol. Nah berhubung ane gak bisa ngebales gigit mahluk-makhluk tersebut, terpaksa ane balesnya pake doa "Semoga kawanan nyamuk tersebut segera terbuka pintu hatinya dan segera insaf’ “berdoa selesai”... seusai berdoa dalam hati, kegiatan berikutnya ane lanjutin untuk buka laptop butut ane, lalu browsing kanan kiri dan “taraaaaaa ... tertujulah pada blog langganan ... yap ngebuka blog detik . Lagi asik baca ada satu yang menarik perhatian ane. Rupanya blog detik lagi ngadain lomba blog dengan digandeng oleh PLN

PLN itu kepanjangannya Perusahaan Listrik Negara, bukan maksud sok pintar tapi siapa tahu ada yang belum tahu kepanjangannya :D . Ane jelasin lagi yak ... perusahaan tersebut yang menyuplai listrik-listrik yang kita pakai sehari-hari. Jadi kalau ente-ente nyetrika, main ps, nge charge handphone, liat tivi itu pakai listrik sob, di inget – inget ya, bukan pakai arang.

Nach Ngomongin masalah listrik jadi ke inget masa kecil ane. Ceritanya gini, jadi waktu ane masih kecil, SD lah kira-kira. Tiap libur panjang sekolah, ane selalu liburan di tempat kakek. Nach tempat kakek ane ini ada didaerah Salatiga provinsi Jawa Tengah, Salatiga itu kota lho sob. Cuman kebetulan aja, kakek ane rumahnya di pinggir kota, agak masuk ke hutan karet, daerah persawahan, buat masuk kedesa harus ngelewatin jembatan sungai besar *(Bahasa alusnya, ane mau ngejelasin bahwa lokasinya daerah perdesaan agak terpencil :D).  Waktu ane kecil, listrik belum masuk ke desa nyakakek , jadi keseharian kita, kami pakai lampu minyak buat pencahayaan.
Petromax dan lampu minyak

Untuk pencahayaan sebelum tidur biasanya kami pakai petromax ** (Ane sich kagak tahu bahasa indonesianya) tapi bentuknya kayak gambar diatas. Apabila waktu menjelang malam dan sudah waktunya tidur, lampu tersebut dimatikan dan diganti dengan lampu minyak ukuran kecil. Maksudnya untuk menghemat penggunaan minyak, soalnya tiap malem hanya itu penerangannya. Mungkina ente-ente ada yang gak pernah ngalamin kejadian kayak pengalaman ane, kalau yang udah ngalamin bersyukurlah bahwa ente masih bisa merasakan nikmatnya terkena asap lampu minyak, dan muka menghitam setiap paginya. Di kampung, kakek ane sudah punya Televisi untuk media hiburan, cuma untuk suplai energinya menggunakaan baterai aki. Dahulu kala televisi mempunyai perasaan yang sensitif jadi saat energinya tinggal sedikit tampilan gambar tivi ane pun ikut mengecil karena paham akan perasaan si aki yang kondisinya melemah :D.